Menanti Kejutan Prabowo Jelang Pilpres 2019
16/08/17
Prabowo Subianto (foto: merdeka.com) |
Di dunia militer, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dikenal sebagai ahli strategi. Bagaimana di jagad politik? Dia beberapa kali gagal menjadi calon presiden (Capres).
Tapi tunggu dulu, kegagalan demi kegagalan yang dialami Prabowo bukan berarti dia tidak piawai, namun sebagai ketua umum dia mampu menjadikan Partai Gerindra hingga besar seperti sekarang ini.
Pertama tahun 2004 Prabowo maju dalam konvensi Partai Golkar. Tetapi kalah dengan Wiranto yang kemudian menjadi calon presiden dari Partai Golkar berpasangan dengan Sholahuddin Wahid. Kemudian di tahun 2009, meskipun sudah memiliki perahu sendiri, yakni Partai Gerindra, tetapi kembali kandas karena tidak memiliki cukup kursi. Waktu itu dia menggandeng Ketua Umum PAN kala itu Sutrisno Bachir sebagai wakil presidennya. Gagal menjadi calon presiden, akhirnya dia menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan Megawati.
Prabowo baru benar-benar bisa menjadi calon presiden di tahun 2014 berpasangan dengan Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa. Tetapi, impiannya menjadi orang nomor satu di negeri ini belum bisa terwujud, karena kalah dengan pasangan Jokowi – Jusuf Kalla.
Tapi tunggu dulu, kegagalan demi kegagalan yang dialami Prabowo bukan berarti dia tidak piawai, namun sebagai ketua umum dia mampu menjadikan Partai Gerindra hingga besar seperti sekarang ini. Dibandingkan pemilu tahun 2009 lalu, pada pemilu 2014 Partai Gerindra mengalami progres yang menakjubkan, perolehan suaranya sangat signifikan. Kondisi tersebut juga berimbas pada perolehan suara Partai Gerindra di daerah.
Kekalahannya pada pilpres 2014 lalu menjadi pelajaran bagi Prabowo. Sebagai ahli strategi sudah pasti dia tidak ingin mengalami kekalahan untuk kesekian kalinya. Mulai dari strategi A, B, C dan seterusnya hingga akhirnya eksekusi mungkin saja sudah terkonsep dengan matang. Yang jelas, pilpres 2019 nanti, merupakan pertempuran kehormatan, karena sudah terlanjur menjadi rival Jokowi dan dan orang-orang yang berada di belakang Jokowi.
Rivalitas Prabowo terhadap Jokowi memang tidak ditunjukkan secara terbuka, namun secara tersirat bisa kita lihat dari kebijakan partainya. Bukankah kita sama-sama sudah tahu, Prabowo bukan hanya sekedar Ketua Umum Partai Gerindra, tetapi juga sebagai “owner” partai tersebut.
Pasca kekalahannya pada pilpres 2014 lalu, Prabowo memang tidak menciptakan front terbuka. Hingga saat ini, hanya beberapa kali saja Prabowo muncul di layar televisi dan media-media massa. Itu pun tidak ada statemen Prabowo yang mengkritik apalagi menyudutkan Presiden Jokowi hingga akhirnya terjadi perang statemen, seperti yang ditunjukkan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, jangan kita lupa, bahwa Prabowo adalah seorang ahli strategi. Ahli strategi itu posisinya di belakang, bukan di depan.
Kejutan Prabowo
Detik-detik menjelang Pilkada DKI Jakarta lalu, banyak yang dikejutkan setelah Partai Gerindra mengumumkan mengusung Anies Baswedan sebagai Calon Gubernur. Ahok yang tadinya (tersirat) merasa diri berada di atas angin sontak terdiam, mungkin tidak memprediksi bakal berhadapan dengan Anies. Bukan hanya Ahok, para pendukungnya pun yang tadinya sudah merasa menang, begitu Gerindra mengumumkan calon gubernurnya, seperti menghadapi tebing yang terjal. Betapa beratnya perjuangan untuk menduduki kursi nomor satu di DKI.
Kemenangan Anies – Sandi di Pilkada DKI ini, benar-benar menjadi kejutan. Kita juga tidak bisa melupakan tokoh yang berada di belakang layar, salah satunya Prabowo Subianto.
Meski demikian, banyak pengamat masih menjagokan pasangan Ahok – Djarot yang memenangi pemilu. Mereka memprediksi jika terjadi dua putaran, maka Ahok - Djarot akan berhadapat dengan pasangan calon Agus – Silvy. Seperti dilansir dari tempo.co, Sabtu 24 Desember 2016, Pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, memperkirakan pasangan yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (Anies – Sandi) akan sulit masuk ke putaran kedua. Pangi beralasan pasangan itu tidak memiliki basis massa akar rumput. Juga tidak satu pun kader PKS yang maju. "Ini jelas mempengaruhi psikologis kader PKS. Kalau kader ideologis, biasanya mau berdarah-darah dengan loyalitas membabi buta," kata dia.
Menurut Pangi, karena tidak ada kader ideologis, dia mengatakan Gerindra dan PKS tidak akan mau memenuhi modal logistik. Dia menduga pasangan ini akan dibiarkan berjalan sendiri dan berpikir sendiri soal biaya kampanye. Hal itu berbanding terbalik dengan Partai Demokrat yang menjadi pengusung utama Agus-Sylviana, yang akan habis-habisan mendukung jagoannya.
Tetapi kenyataannya, justru Anies – Sandi yang lolos ke putaran kedua dan head to head dengan Ahok – Djarot. Menariknya lagi, di pilkada putaran kedua ini, Anies – Sandi berhasil menang telak, mengalahkan pasangan Ahok – Djarot dengan perolehan suara yang signifikan.
Namun yang paling mengejutkan, ada yang memprediksi bahwa Prabowo tidak akan maju lagi sebagai Calon Presiden. Partai Gerindra akan mengusung figur lain, siapakah dia?
Kemenangan Anies – Sandi di Pilkada DKI ini, benar-benar menjadi kejutan. Kita juga tidak bisa melupakan tokoh yang berada di belakang layar, salah satunya Prabowo Subianto. Di sinilah kepiawaian Prabowo merancang strategi politiknya. Mulai dari kejuatan pertama, ketika mengumumkan pasangan Anies – Sandi, hingga meraih kemenangan.
Selanjutnya, menjelang pilpres 2019 ini, masyarakat menanti-nanti apa kejutan Prabowo berikutnya. Begitu pun lawan politiknya, bocoran kejutan yang dilakukan Prabowo merupakan kunci penting, sebelum mengumumkan pasangan calon.
Kejutan dari mantan jenderal itu hingga kini masih misteri. Tetapi, tidak sedikit pula masyarakat mulai memprediksi. Seperti, ada yang memprediksi Prabowo bakal berpasangan dengan Ketua Umum Partai Perindo Hari Tanoesoedibjo. Setelah pertemuan Prabowo dengan SBY beberapa waktu lalu, banyak juga yang memprediksi Prabowo akan berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Namun yang paling mengejutkan, ada yang memprediksi bahwa Prabowo tidak akan maju lagi sebagai Calon Presiden. Partai Gerindra akan mengusung figur lain, siapakah dia? Yang jelas bukan AHY, tetapi sama-sama berlatar bekalang militer. Figur tersebut dianggap mewakili suara umat muslim, salah satunya adalah Gatot Nurmantyo.
Jika Prabowo dapat membaca peluang, Gatot Nurmanyo merupakan sosok yang tepat. Apalagi saat ini namanya sudah cukup populer, citranya di mata masyarakat juga terbilang baik. Belum ada catatan negatif yang mencoreng namanya. Gatot kerap mendapat pujian, tidak heran jika masyarakat arus bawah banyak yang berharap Gatot maju menjadi calon presiden.
Melihat kepopuleran Gatot saat ini, ada kemungkinan Prabowo legowo menyerahkan tongkat estafet calon presiden kepada Gatot. Seperti yang dilakukan Megawati Soekarno Putri menjelang pilpres 2014 lalu. Meski masih memiliki ambisi menjadi calon presiden, tetapi Megawati tidak bisa menolak keinginan masyarakat yang mengharapkan Jokowi maju menjadi calon presiden.
Lagi-lagi, kejuatan apa yang akan diberikan Prabowo? Hingga kini masih jadi tanda tanya. Hanya dirinya dan mungkin orang-orang terdekatnya sajalah yang tahu.