Mencari Makna Kemerdekaan; Sebuah Renungan
21/08/17
Logo 72 Tahun HUT Kemerdekaan RI |
Pada suatu hari, anak saya harus bangun lebih awal dari hari biasanya. Karena, pada pagi tersebut sekira pukul 07.30 WIB sudah harus berkumpul di suatu tempat, untuk mengikuti Karnaval HUT Kemerdekaan RI bersama murid-murid Taman Kanak-kanak lainnya. Dengan susah payah kami membujuknya supaya bersedia mandi lebih awal, karena harus bersiap-siap terlebih dahulu. Mulai dari sarapan hingga dandan. Sebab, dia pagi itu mengenakan pakaian adat, yang mesti didandan oleh orang khusus. Sembari sarapan, di usianya yang baru menginjak 4,5 tahun itu bertanya.
“Ayah, merdeka itu apa? Kenapa harus karnaval?”
Sebagai orang tua, saya mengaku kesulitan bagaimana cara menjawab dan menjelaskan pertanyaan anak sebesar itu. Karena, pasti akan terlontar pertanyaan-pertanyaan berikutnya, yang sebenarnya juga sama belum dia pahami. Meski demikian, saya tetap berusaha memberikan jawaban enteng, meskipun akhirnya muncul pertanyaan-pertanyaan baru.
Pukul 07.30 WIB, ratusan anak-anak dari seluruh Taman Kanak-kanak sudah berkumpul. Tidak hanya anak-anak, ratusan orang tua juga tampak mengantarkan anak-anak mereka, menyaksikan kepolosan dan kelucuan tingkah anak-anak yang sangat bersemangat ingin mengikuti karnaval. Bermacam-macam pakaian yang dikenakan, ada yang menggunakan pakaian adat nusantara, seragam polisi, TNI dan lainnya. Dewan guru tampak sibuk, mengatur barisan dan orang tua mencoba mengabadikan moment tersebut menggunakan kamera handphone.
Hingga pukul 08. 30 WIB, kegiatan belum juga dimulai. Sudah 1 jam anak-anak berdiri di barisannya. Sebagian sudah mulai bosan. Ada yang berusaha keluar dari barisan, ada yang menangis dan ada yang berusaha untuk duduk. Apalagi pakaian yang mereka kenakan saat itu, bukan pakaian biasa, tetapi pakaian adat. Sementara, beberapa tamu undangan dan ibu-ibu pejabat tampak duduk di bawah tenda kehormatannya. Dan panitia, melalui michropon berusaha mengingatkan orang tua agar tidak berada di depan barisan anak-anak. Barulah sekira pukul 09.00 WIB kegiatan dimulai dan anak-anak mulai berjalan melaksanakan karnaval sekira pukul 09.30 WIB. Bayangkan, diusianya yang sangat belia itu, anak-anak harus berdiri selama 2 jam, hanya karena mengikuti seremoni orang dewasa.
Sejatinya, diusianya yang masih kanak-kanak belum memahami apa makna kemerdekaan sesungguhnya. Dia mengikuti karnaval, hanya ingin bergembira dan bersuka cita bersama teman-teman sebayanya. Lalu apa makna kemerdekaan bagi anak-anak?
*****
Ketika para petinggi ditanya apa makna kemerdekaan? Jawabannya sungguh diplomatis dan menyenangkan hati.
“Kemerdekaan adalah terbebas dari penjajahan, berkurangnya angka kemiskinan dan anak-anak bisa bebas sekolah setinggi-tingginya, agar mampu menggapai cita-cita melanjutkan perjuangan para pahlawan dalam rangka mengisi kemerdekaan,” kata para petinggi baik itu di koran-koran maupun layar kaca.
Tetapi, kenyataannya jurang kemiskinan semakin lebar. Fakta di lapangan, angka kemiskinan terus bertambah. Banyak anak-anak tidak bisa melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, karena mahalnya biaya pendidikan. Cita-cita pun harus kandas di tengah jalan.
Berbagai kegiatan dilaksanakan dalam rangka merayakan HUT Kemerdekaan RI. Mulai dari perlombaan, hingga ke panggung hiburan rakyat dengan mengundang artis ibu kota. Namun, hanya sedikit sekali yang memberikan waktu khusus menggelar doa bersama atau istighosah agar arwah para pejuang kemerdekaan yang lebih dulu menghadap Sang Maha Kuasa diberikan kelapangan. Sekaligus doa agar para generasi penerus bangsa dan para pemimpin negeri ini mampu mengisi kemerdekaan ini dengan penuh amanah, sehingga cita-cita para pejuang bangsa tidak sia-sia.
Tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan untuk melaksanakan pesta, menggelar hiburan hingga mendatangkan artis ibukota. Ironisnya, di sekitar kita masih banyak orang-orang tidak mampu yang membutuhkan uluran tangan. Seandainya, sebagian anggaran tersebut disisihkan untuk orang-orang tidak mampu, agar mereka turut bergembira dan merasakan kebahagiaan di hari kemerdekaan. Lalu, apa makna kemerdekaan itu sesungguhnya?
Berbagai program untuk mengentaskan kemiskinan telah dibuat. Tetapi, korupsi semakin merajalela. Sebagian orang melakukan cara culas, hanya untuk memenuhi nafsu serakahnya.
Katanya kita telah lepas dari penjajahan, tetapi berapa banyak sumber daya alam kita yang dikuasai oleh asing. Produk-produk impor membanjiri pasaran dalam negeri. Dan kita sepertinya tidak mampu melepaskan diri. Yang lebih memprihatinkan, negara kita menjadi pasar potensial peredaran narkoba secara ilegal yang datangnya dari luar negeri.
Dilansir dari Kompas.com (22/04/2017), Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso mengatakan, narkoba jenis sabu yang beredar di Indonesia disuplai dari 11 negara dan dikendalikan oleh 72 jaringan internasional.
Berdasarkan rute penyelundupan sabu yang disampaikannya, sebagian barang haram itu terlebih dahulu transit di Malaysia dan Singapura sebelum akhirnya sampai dan beredar di Indonesia.
Bayangkan, 11 negara menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan peredaraan sabu-sabu. Sedang, Malaysia dan Singapura hany menjadi daerah transit. Hal ini lalu menjadi pertanyaan, apakah peredaran narkoba ini murni bisnis haram atau ada tujuan lain. (Baca: perang candu).
Dan yang mencengangkan, dilansir dari Okezon.com (22/07/2017) Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan hingga kini masyarakat yang masuk dalam fase ketergantungan narkoba hampir mencapai 6 juta orang. Angka ini belum termasuk pengguna ganda baik pengedar maupun masyarakat yang masih coba-coba.
Deputi Pencegahan BNN Irjen Ali Djohardi Wirogioto mengatakan, dalam penelitian yang dilakukan pihaknya bersama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI) Depok, hampir 6 juta masyarakat aktif masuk dalam jeratan narkotika berbagai jenis. Ditambah lagi rentan usia pengguna narkoba semakin meluas.
Iya, peredaran narkoba bukan hanya di kota-kota besar saja, tetapi sekarang sudah merambah hingga ke kota-kota kecil, bahkan hingga ke desa-desa terpencil sekalipun. Pecandunya tidak lagi mengenal umur dan latar belakang profesi, mulai dari oknum pelajar, oknum PNS, oknum artis hingga oknum penegak hukum banyak yang jadi pecandu narkoba. Bahkan, sudah beberapa kali pihak kepolisian mengungkap seorang pelajar yang jadi pengedar narkoba. Sungguh memprihatinkan.