Pahlawan Nasional dari Bengkulu
07/04/19
Bengkulu, sebuah provinsi yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera. Banyak catatan sejarah yang ditorehkan provinsi ini pada masa-masa perjuangan merebut kemerdekaan NKRI. Banyak situs-situs bersejarah yang menjadi bukti bahwa Bengkulu adalah provinsi bersejarah. Pada masa perjuangan merebut kemerdekaan, Bengkulu juga kerap dijadikan tempat pengasingan pahlawan nasional. Seperti presiden pertama RI, Ir Soekarno dan bahkan salah satu pahlawan nasional Indonesia ada yang dimakamkan di Bengkulu, yakni Sentot Ali Basya.
Namun, kali ini kita tidak membahas Sentot Ali Basya maupun Soekarno. Tetapi, para tokoh keturunan Bengkulu yang besar di Bengkulu dan turut berjasa terhadap perjuangan NKRI, hingga akhirnya mereka ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Sejauh ini, berdasarkan pengetahuan kopicurup.com ada dua orang tokoh dari Bengkulu yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Tetapi, jika ada tokoh lain yang luput dari pengetahuan penulis, kritik dan sarannya sangat dibutuhkan, silakan sampaikan ke email kopicurup@gmail.com.
Baca juga:
1. Fatmawati
Fatmawati merupakan ibu negara Indonesia yang pertama. Beliau merupakan istri ke-3 presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Pahlawan nasional dari Bengkulu ini lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923, buah hati pasangan Hasan Din dan Siti Chadijah. Fatmawati termasuk berasal dari keluarga bangsawan, orang tuanya merupakan keturunan Putri Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Selain itu, ayahnya merupakan salah seorang pengusaha dan tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.
Pada 1 Juni 1943, Fatmawati menikah dengan Soekarno, seorang pria tampan dan akhirnya menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Dari pernikahan tersebut, Fatmawati melahirkan putra pertamanya yaitu Guntur Soekarnoputra, kemudian Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. Hingga akhirnya, Fatmawati wafat pada 14 Mei 1980 karena serangan jantung dalam perjalanannya pulang umrah dari Mekah di Kuala Lumpur, Malaysia dan beliau dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Selama mendampingi Soekarno, banyak jasa yang telah dia torehkan kepada negara. Salah satunya, Fatmawati adalah sosok yang menjadi bendera pusaka Sang Saka Merah Putih yang selalu dikibarkan setiap peringatan atau pada saat upacara Proklamasi Kemerdekan RI setiap 17 Agustus 1945. Di samping itu, Fatmawati juga sering mendamping Soekarno ke berbagai wilayah Indonesia, juga ke berbagai negara sahabat dalam rangka diplomasi. Beliau juga berperan aktif, melakukan kegiatan sosial, seperti melakukan pemberantasan buta huruf, mendorong kegiatan kaum perempuan, baik dalam pendidikan maupun ekonomi.
Berkat jasa-jasanya terhadap NKRI, tokoh kelahiran Bengkulu ini kemudian pemerintah menetapkan Fatmawati sebagai pahlawan nasional pada 4 November 2000. Hal tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118/TK/2000 tanggal 4 November 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid.
2. Prof. Dr. Hazairin Harahap
Pro. Dr. Hazairin atau Hazairin merupakan tokoh dari Bengkulu yang pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri pada masa presiden Ir. Soekarno, sejak 30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955. Dia merupakan pakar hukum adat yang sangat dikenal dan melahirkan banyak buku tentang hukum adat.
Hazairin lahir merupakan buah hati dari pasangan Zakaria Bahri asal Bengkulu dan Aminah asal Minangkabau. Dia hidup di lingkungan keluarga yang taat beragama. Ayahnya seorang guru dan kakeknya, Ahmad Bakar adalah seorang ulama. Sehingga, Hazairin pun mendapat dasar pelajaran ilmu agama dan bahasa Arab.
Lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 28 November 1906 menghabiskan masa kecilnya di Bengkulu. Menamatkan pendidikan pertamanya pada tahun 1920 di sebuah sekolah bernama Hollands Inlandsche School Kemudian melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang dan tamat pada tahun 1924 dengan usianya yang masih sangat muda yakni 18 tahun. Setelah itu dia melanjutkan pendidikannya ke AMS (Algemene Middelbare School) di Bandung dan lulus pada tahun 1927.
Hazairin termasuk sosok yang haus dengan ilmu. Setelah taman dari AMS, dia pun memutuskan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Hukum Jakarta (Recht Hoge School). Setelah delapan tahun mendalami bidang Hukum Adat, kemudian ia berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (MR) pada tahun 1935. Selanjutnya Hazairin melakukan penelitian tentang Hukum Adat Rejang di Provinsi Bengkulu --dulu disebut Keresidenan Bengkulu--, melalui bimbingan pakar hukum adat yang cukup terkenal yakni B. Ter Haar, sebagai syarat meraih gelar Doktor bidang Hukum Adat.
Karir Hazairin terus meningkat. April 1946, dia diangkat menjadi Residen Bengkulu, sekaligus pula merangkap Wakil Gubernur Militer Sumatra Selatan. Ketika menjabat sebagai residen, dia mengeluarkan uang kertas yang dikenal sebagai "Uang Kertas Hazairin." Sesudah revolusi fisik berakhir, dia diangkat menjadi Kepala Bagian Hukum Sipil Kementerian Kehakiman.
Selanjutnya, Hazairin pun mulai ikut terlibat pada kontestasi perpolitikan Indonesia. Dia turut mendirikan Partai Persatuan Indonesia Raya (PIR). Bersama Wongsonegoro dan Rooseno, dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara sebagai wakil Partai PIR. Dalam kapasitasnya sebagai wakil partai pula, Hazairin diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri sejak 1953 - 1955.
Selesai terjun di dunia politik, Hazairin menjadi Guru Besar Hukum Adat dan Hukum Islam di Universitas Indonesia. Dia juga menjadi Guru Besar di Universitas Islam Jakarta, Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM), dan Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Hazairin dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya, pada 13 Agustus 1999 Pemerintah mengukuhkan Hazairin sebagai Pahlawan Nasional dengan keluarnya Keppres No. 74/TK/1999.
Demikian tokoh dari Bengkulu yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Semoga artikel ini bermanfaat. Dan para generasi penerus tidak melupakan para pahlawan yang telah berjuang mendirikan Republik Indonesia.
Sumber artikel:
- biografi-pahlawan-nasional-indonesia.blogspot.com
- id.wikipedia.org
Namun, kali ini kita tidak membahas Sentot Ali Basya maupun Soekarno. Tetapi, para tokoh keturunan Bengkulu yang besar di Bengkulu dan turut berjasa terhadap perjuangan NKRI, hingga akhirnya mereka ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Sejauh ini, berdasarkan pengetahuan kopicurup.com ada dua orang tokoh dari Bengkulu yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Tetapi, jika ada tokoh lain yang luput dari pengetahuan penulis, kritik dan sarannya sangat dibutuhkan, silakan sampaikan ke email kopicurup@gmail.com.
Baca juga:
- 4 Tokoh Politik Nasional Asal Bengkulu
- 6 Artis Nasional Kelahiran Bengkulu, Salah Satunya Pemeran Dunia Terbalik
Dua pahlawan nasional tersebut di antaranya:
1. Fatmawati
Fatmawati merupakan ibu negara Indonesia yang pertama. Beliau merupakan istri ke-3 presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Pahlawan nasional dari Bengkulu ini lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923, buah hati pasangan Hasan Din dan Siti Chadijah. Fatmawati termasuk berasal dari keluarga bangsawan, orang tuanya merupakan keturunan Putri Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Selain itu, ayahnya merupakan salah seorang pengusaha dan tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.
Pada 1 Juni 1943, Fatmawati menikah dengan Soekarno, seorang pria tampan dan akhirnya menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Dari pernikahan tersebut, Fatmawati melahirkan putra pertamanya yaitu Guntur Soekarnoputra, kemudian Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. Hingga akhirnya, Fatmawati wafat pada 14 Mei 1980 karena serangan jantung dalam perjalanannya pulang umrah dari Mekah di Kuala Lumpur, Malaysia dan beliau dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Selama mendampingi Soekarno, banyak jasa yang telah dia torehkan kepada negara. Salah satunya, Fatmawati adalah sosok yang menjadi bendera pusaka Sang Saka Merah Putih yang selalu dikibarkan setiap peringatan atau pada saat upacara Proklamasi Kemerdekan RI setiap 17 Agustus 1945. Di samping itu, Fatmawati juga sering mendamping Soekarno ke berbagai wilayah Indonesia, juga ke berbagai negara sahabat dalam rangka diplomasi. Beliau juga berperan aktif, melakukan kegiatan sosial, seperti melakukan pemberantasan buta huruf, mendorong kegiatan kaum perempuan, baik dalam pendidikan maupun ekonomi.
Berkat jasa-jasanya terhadap NKRI, tokoh kelahiran Bengkulu ini kemudian pemerintah menetapkan Fatmawati sebagai pahlawan nasional pada 4 November 2000. Hal tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118/TK/2000 tanggal 4 November 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid.
Fatmawati bercengkerama bersama keluarga |
2. Prof. Dr. Hazairin Harahap
Pro. Dr. Hazairin atau Hazairin merupakan tokoh dari Bengkulu yang pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri pada masa presiden Ir. Soekarno, sejak 30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955. Dia merupakan pakar hukum adat yang sangat dikenal dan melahirkan banyak buku tentang hukum adat.
Hazairin lahir merupakan buah hati dari pasangan Zakaria Bahri asal Bengkulu dan Aminah asal Minangkabau. Dia hidup di lingkungan keluarga yang taat beragama. Ayahnya seorang guru dan kakeknya, Ahmad Bakar adalah seorang ulama. Sehingga, Hazairin pun mendapat dasar pelajaran ilmu agama dan bahasa Arab.
Lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 28 November 1906 menghabiskan masa kecilnya di Bengkulu. Menamatkan pendidikan pertamanya pada tahun 1920 di sebuah sekolah bernama Hollands Inlandsche School Kemudian melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang dan tamat pada tahun 1924 dengan usianya yang masih sangat muda yakni 18 tahun. Setelah itu dia melanjutkan pendidikannya ke AMS (Algemene Middelbare School) di Bandung dan lulus pada tahun 1927.
Hazairin termasuk sosok yang haus dengan ilmu. Setelah taman dari AMS, dia pun memutuskan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Hukum Jakarta (Recht Hoge School). Setelah delapan tahun mendalami bidang Hukum Adat, kemudian ia berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (MR) pada tahun 1935. Selanjutnya Hazairin melakukan penelitian tentang Hukum Adat Rejang di Provinsi Bengkulu --dulu disebut Keresidenan Bengkulu--, melalui bimbingan pakar hukum adat yang cukup terkenal yakni B. Ter Haar, sebagai syarat meraih gelar Doktor bidang Hukum Adat.
Karir Hazairin terus meningkat. April 1946, dia diangkat menjadi Residen Bengkulu, sekaligus pula merangkap Wakil Gubernur Militer Sumatra Selatan. Ketika menjabat sebagai residen, dia mengeluarkan uang kertas yang dikenal sebagai "Uang Kertas Hazairin." Sesudah revolusi fisik berakhir, dia diangkat menjadi Kepala Bagian Hukum Sipil Kementerian Kehakiman.
Selanjutnya, Hazairin pun mulai ikut terlibat pada kontestasi perpolitikan Indonesia. Dia turut mendirikan Partai Persatuan Indonesia Raya (PIR). Bersama Wongsonegoro dan Rooseno, dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara sebagai wakil Partai PIR. Dalam kapasitasnya sebagai wakil partai pula, Hazairin diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri sejak 1953 - 1955.
Selesai terjun di dunia politik, Hazairin menjadi Guru Besar Hukum Adat dan Hukum Islam di Universitas Indonesia. Dia juga menjadi Guru Besar di Universitas Islam Jakarta, Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM), dan Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Hazairin dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya, pada 13 Agustus 1999 Pemerintah mengukuhkan Hazairin sebagai Pahlawan Nasional dengan keluarnya Keppres No. 74/TK/1999.
Prof. Dr. Hazairin |
Sumber artikel:
- biografi-pahlawan-nasional-indonesia.blogspot.com
- id.wikipedia.org