Kenapa Framing Berita KPK Sangat Kuat Membentuk Opini Publik?
15/09/19
[Catatan Jam Sembilan]
Foto: Tribunnews.com |
KOPICURUP,ID - Kenapa Framing Berita KPK Sangat Kuat Membentuk Opini Publik ?
Sudah tahu apa itu framing berita ? Dan kenapa sering dikaitkan dengan kepentingan suatu kelompok/golongan ? Bagaimana pengaruhnya dan apa dampaknya ?
Framing adalah bingkai/pembingkaian. Diambil dari Bahasa Inggris Frame yang artinya Bingkai (Pembingkaian). Framing berita adalah pembingkaian suatu informasi atau kejadian/peristiwa. Kata lain dari framing berita yaitu, persepsi atau cara pandang yang dilakukan penulis atau pers/media dalam menyeleksi isu lalu dibuat/ditulis sehingga yang diharapkan kelaknya akan menjadi suatu opini publik. Framing memang sangat erat kaitannya dengan kepentingan suatu kelompok/golongan. Bukan hanya informasi umum namun juga sangat berarti untuk promosi perniagaan baik produk maupun jasa.
Bicara soal framing berita, bukti sebuah framing berita/informasi bisa membentuk opini publik yang begitu kuat. Namun sayangnya pers/media hanya sebagai penerima asupan info namun tidak pada prinsipnya sebagai institusi yang harus memiliki sifat dan sikap skeptis.
BACA JUGA: APAKABAR MAHASISWA?
Masih ingat dengan Abraham Samad ? Pria yang pernah menyandang julukan 'Ayam Jantan dari Makassar'. Lelaki itu juga pernah menjadi 'Singa' buas bagi kaum pecundang di negeri ini. Dia adalah mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) periode 2011 – 2015. Namun akhir kariernya tak indah. Lelaki ini pun tak disangka pernah menyandang tersangka. Ya....tepat di 17 Februari 2015, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Polda Sulselbar) menetapkan Abraham Samad sebagai Tersangka Kasus Pemalsuan Dokumen.
Kasus pemalsuan dokumen berupa KTP, Paspor dan Kartu Keluarga (KK) ini mulai mencuat pada 29 Januari 2015 setelah Feriyani Lim dilapor oleh lelaki bernama Chairil Chaidar Said di Bareskrim Mabes Polri. Yang dilaporkan oleh Chairil Chaidar Said itu adalah Feriyani Lim.
Pada titik ini, saya pause tulisan ini untuk mencari tahu siapa sosok Chairil Chaidar Said ? Dari surfing saya di mesin pencarian terlengkap di dunia, Google, sedikit sekali informasi tentang Chairil Chaidar Said. Dari banyak link yang saya klik, info yang terekam atau jejak digital di engine searching atas nama Chairil Chaidar Said cuma sebatas info sebagai Ketua LSM Peduli KPK dan Polri. Ya...cuma satu kalimat ini : Chairil Chaidar Said sebagai Ketua LSM Peduli KPK dan Polri. Tak ada info lebih. Tak ada media yang mengupas info lebih tentang LSM tersebut.
Di banyak pemberitaan, Chairil Chaidar Said melaporkan Feriyani Lim atas pemalsuan dokumen. Konkritnya, nama Feriyani Lim dimasukkan dalam KK Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Dan kasus yang dilaporkan ini kejadiannya pada 2007 lalu serta wilayah hukumnya di Makassar, Sulawesi Selatan. Akan tetapi kasus ini dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri pada 29 Januari 2015.
Ini berarti terjeda selama 8 tahun. Alias baru muncul ditahun akhir masa jabatan Abraham Samad. Satu hal yang saya digarisbawahi, kasus ini langsung dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. (Cukup menarik dan mengundang penasaranku semakin menjadi-jadi).
BACA JUGA: TIGA LANGKAH MUDAH MEMBUAT REPORTASE
Lagi dan lagi saya kulik mesin pencarian. Alhasil saya mendapati info, ternyata kasus yang awalnya dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri namun akhirnya dilimpahkan ke Polda Sulawesi Selatan Barat (Sulselbar). Artinya kasus ini dikembalikan ke wilayah hukum peristiwa.
Inti dari kasus ini ternyata, Abraham Samad diseret ke dalam kasus pemalsuan dokumen. Feriyani Lim, perempuan asal Pontianak ini adalah orang yang pernah dibantu Abraham. Namanya dimasukkan ke dalam KK Abraham Samad. Berdasarkan KK itu, Feriyani bermaksud untuk membuat KTP. KTP yang dibuat Feriyani itu kemudian digunakannya untuk membuat paspor. Namun, perihal ini menjadi 'objek yang pas untuk dimainkan' guna menyeret nama Abraham Samad ke ranah pelanggaran hukum. Sehingga muncullah LSM Peduli KPK dan Polriyang diketuai Chairil Chaidar Said dan Ketua LSM itu pun melaporkan Feriyani Lim atas dugaan pemalsuan dokumen ke Bareskrim Mabes Polri.
Hmmm....seketika saya berfikir, ini benar-benar sangat menarik. Jadi teringat cerita culasnya Sang Kancil. Mengingat yang jadi sasaran ini 'Singa' maka sang Kancil pun mengatur strategi propaganda informasinya harus dari atas. Sehingga akan mengalir dengan lancar karena akan diframing oleh media-media bahwa yang jadi sasaran adalah seorang Ketua KPK. Atau bahasa awamnya begini : Seorang pimpinan lembaga yang kuat dan sangat taat hukum bahkan dikenal bersih dan berintegritas tinggi namun ternyata pak Ketua KPK cacat hukum. Iya...iya...iya..... ternyata begitu toh pola kerja suatu framing berita. Yah...mungkin sebagian masyarakat akan berpersepsi bahwa seorang Abraham Samad ternyata juga bersih dan kena hukum. Tapi yakinlah, ada persepsi lain. Dan atas dasar perbedaan persepsi, opini kembali dimainkan sesuai dengan instrumen. Bagi saya pribadi, Abraham Samad sudah membuktikan diri bahwa ia adalah sebagai manusia yang tak luput dari salah dan khilaf. Meski jika dilihat dari penjelasan kasus di atas yang menimpanya bahwa mungkin ia ketika (2007) itu berniat baik menolong Feriyani Lim. Lalu, Abraham Samad sudah membuktikan diri bahwa tak seorang pun di dunia ini kebal hukum.
Melihat dari kasus yang dialami Abraham Samad, saya meyakini bukan dia sendiri yang pernah berbuat demikian. Ada banyak orang yang niat ingin membantu kerabat atas status domisili sementara. Tapi ya itu tadi....Abraham Samad adalah Singa. Si Kuat nan Bijak yang (mungkin) butuh ‘trik khusus’ untuk dipecundangi oleh kaum-kaum Pecundang.
Jika kasus pemalsuan dokumen atas status sementara domisili yang dilakukan Abraham Samad sebagai 'pilot project' untuk menerapkan hukum sebenar-benarnya hukum, kenapa tidak dibuat timsus atau satgas seperti laiknya Satgas Saber Pungli ? Yah...namanya juga framing.....ya begitulah...
Bai de wei, apa kabar Tim Satgas Saber Pungli di daerah ? Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang disebut Satgas Saber Pungli ini dibentuk atas dasar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 yang ditandatangani 20 Oktober 2016 lalu oleh Presiden Joko Widodo dan berkedudukan langsung di bawah tanggung jawab Presiden. Semoga kalian sehat wal'afiat dan dalam Lindungan-Nya. Mengingat Tim Satgas ini mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana-prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Benar demikian, bukan ? (intermezo sedikit bolehlah...).
Kembali ke kasus pemalsuan dokumen. Jika dikaitkan dengan kebijakan Menteri Pendidikan yang menetapkan sistem zonasi sekolah, regulasi ini baru ditetapkan dan mulai diterapkan di 2019. Zonasi sekolah ini diatur di Permendikbud No.51/2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2019/2020.
Penerapan sistem zonasi mengharuskan calon peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisilinya masing-masing. Peserta didik bisa memiliki opsi maksimal tiga sekolah, dengan catatan sekolah tersebut masih memiliki slot siswa dan berada dalam wilayah zonasi siswa tersebut. Berdasarkan aturan ini, seleksi calon peserta didik baru dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang ditetapkan. Jarak tempat tinggal terdekat dimaksud adalah dihitung berdasarkan jarak tempuh dari Kantor Desa/Kelurahan menuju ke sekolah. Jika jarak tempat tinggal sama, maka yang diprioritaskan adalah calon peserta didik yang mendaftar lebih awal.
Aturan ini pada realitanya menuai kontroversi. Ada yang setuju, ada yang tidak. Dan itu sudah dipastikan pasti terjadi pro dan kontra. Bahkan dalam menanggapi aturan ini, sudah banyak gunjang-ganjing untuk menyiasati supaya anak-anak yang ingin bersekolah namun tidak masuk di zona sekolah tersebut. Alih-alih para orangtua sudah membuat rancangan 'memaksa' diri supaya alamat domisili anak masuk ke zonasi sekolah. Caranya ? Sejak kini anak-anak disiasati untuk pindah KK. Alias 'nitip' dulu di status KK saudara, kerabat, sanak, famili atau lainnya.
Nah, dari hal ini sudah barang tentu akan ada dugaan pemalsuan dokumen seperti yang dilakukan Abraham Samad, bukan ? Dan lagi-lagi, kenapa Abraham Samad yang jadi sorotan utama ? Itu karena adanya kekuatan sebuah framing.
Kembali ke pokok bahasan, sedikit mengulas info dari wikipedia.org, kasus Abraham Samad berawal dari penetapan Calon Kapolri Komjen Pol. Budi Gunawan oleh Presiden Joko Widodo Januari 2015. Dua hari setelahnya, KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka gratifikasi saat beliau masih menjabat Kabiro Binkar SDM Polri tahun 2006 terkait isu rekening gendut. Tetapi meski ada status tersangka, 10 fraksi DPR menyetujui fit and proper testKomjen Budi Gunawan. Terjadi ketegangan antar instansi dan Presiden Joko Widodo memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai Kapolri dan mengangkat Wakapolri menjadi Plt Kapolri. Pimpinan KPK ditersangkakan oleh Kabareskrim yang baru diangkat yaitu Komjen Pol. Budi Waseso karena berbagai kasus lampau. Ketua KPK Abraham Samad ditersangkakan dikarenakan terjerat kasus pemalsuan dokumen, dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditahan karena pemalsuan kesaksian di Mahkamah Konstitusi semasa menjadi advokat. Sisa pimpinan lainnya juga diancam dijerat kasus masa lalunya masing-masing akan tetapi belum menjadi tersangka.
Konflik ini melebar dari kasus hukum, ke konflik internal polri dan kasus ketegangan antar instansi, menuju kegaduhan politik karena DPR juga merasa dilecehkan wibawanya karena Kapolri terpilih tidak segera dilantik, apalagi Presiden berbeda suara dengan partai pengusung PDIP. Masyarakat sipil pun menolak keras KPK dilemahkan, apalagi terjadi kekhawatiran terjadinya kekosongan kursi komisioner (ditambah bersamaan selesai masa jabatannya Busyro Muqoddas) dan adanya jumlah minimal komisioner dalam memutuskan perkara. Presiden akhirnya menonaktifkan Abraham dan Bambang, menerbitkan Perppu mengenai Revisi UU KPK, dan mengangkat 3 Plt Komisioner. Tak ayal, Ketua KPK periode pertama Taufiqurahman Ruki diangkatnya kembali menjadi Plt. Ketua.
Kegaduhan baru pun muncul saat Budi Gunawan memenangkan praperadilan secara kontroversial atas KPK dan sejak itu KPK kebanjiran permintaan dan kekalahan dalam praperadilan. Kegaduhan ini terjadi selama 4 bulan (Januari 2015-April 2015) sampai ditetapkannya Kapolri definitif yaitu bukan Budi Gunawan, tetapi Wakapolri yang juga Plt. Kapolri Badrodin Haiti.
Sedikit catatan kaki, Penjahat Negara yang ditangkap/ditahan/dituntut KPK di masa kepemimpinan Abraham Samad sebelum ia lengser dari jabatan Ketua KPK diantaranya, Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Akil Mochtar, Ratu Atut Chosiyah, Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan Ishaq, Rudi Rubiandini, Suryadharma Ali, Jero Wacik, Miranda Goeltom, Djoko Susilo, dan masih banyak lagi.
Kini, di 2019, KPK kembali menjadi sorotan. Namun yang menjadi sorotan kali ini adalah Ketua KPK terpilih periode 2019 – 2023, Irjend Pol. Drs. Firli Bahuri, M.Si. Firli terpilih atas perolehan suara terbanyak (56 suara) dari 4 nama calon pimpinan KPK lainnya yang dipilih Komisi III DPR RI sejak Kamis (12 September 2019) malam dan berakhir pada Jumat dinihari (13 September 2019). Perolehan suara terbanyak yang diterima oleh pria yang masih aktif sebagai Perwira Polri ini dan masih menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) ini akhirnya ditetapkan secara pleno pada Jumat (13 September 2019).
Terpilihnya Firli bukan tidak baik atau tak laik bagi lembaga KPK. Namun di lembaga KPK itu sendiri Firli dinilai telah melakukan Pelanggaran Etik Berat ketika ia masih menjabat Deputi Bidang Penindakan kala itu atau tepatnya kejadian itu pada Mei 2018. Temuan pelanggaran itu berawal ketika KPK menyelidiki korupsi yang terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Ketika itu, Firli bertemu dengan Gubenur NTB, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi. Oleh Dewan Penasihat KPK, Mohammad Tsani Annafari (yang baru mengundurkan diri), dinilai bahwa apa yang dilakukan Firli merupakan Pelanggaran Etik dan masuk kategori berat.
Perihal di atas diakui Firli. Dia mengaku telah bertemu TGB Zainul Majdi pada 13 Mei 2018. Namun, ia membantah adanya pembicaraan terkait penanganan kasus. Firli mengaku sudah sejak lama mengenal TGB. Saat ia masih menjabat sebagai Kapolda NTB, anak TGB, Azza juga sangat akrab dengannya. Inilah fakta yang terjadi di negeri ini.
Pribadi saya, siapapun yang menjadi pimpinan KPK adalah orang yang menjunjung tinggi azas kepatuhan hukum khususnya pada tindak pidana korupsi. Seorang pimpinan KPK juga pastinya memiliki jiwa ksatria dalam menegakan hukum. Terlebih Firli sendiri berasal dari aparat penegak hukum. Firli tidak salah dalam hal ini dia dipilih dan akhirnya terpilih. Siapa yang memilih kita semua rakyat Indonesia ini sudah tahu. Yaitu Komisi III DPR RI. Mereka adalah wakil rakyat yang artinya mewakili suara kita sebagai rakyat. Tapi jika dalam hal ini jika sebagai rakyat kita tidak puas atas keputusan yang telah diambil oleh para wakil kita di parlemen, kembalilah pada hati nurani kita. Apakah suara kita merasa ter/didzolimi ? Jawablah pada logika dan nurani. Toh, media/pers pun sudah melakukan tugasnya atas prinsip pers. Tinggal lagi, apakah framing yang dibentuk bisa sudah menentukan opini kita sebagai masyarakat yang memiliki kedaulatan?
Setelah panjang lebar, ngalor ngidul dari tulisan ini, opini publik bisa kuat atas dasar framing. Namun dari framing berita yang dibentuk, informasi yang disajikan media/pers tinggal masing-masing individu mencernanya. Namun, janganlah kita lupa, logika dan nurani harus berjalan seiring. Kenapa demikian ? Itu supaya kita sebagai masyarakat, pertama tidak mudah terkena hoax atau fake news alias berita bohong. Kemudian, pun informasi yang diterima bukan hoax dan fake news, tapi tetap apakah info yang kita 'makan' itu subjektifkah ? objektifkah atau bisa jadi fitnahkah?
Akhir kata, tulisan ini sekedar untuk mengasah menulis saya. Atau katakanlah untuk melemaskan jemari di atas tuts laptop tua. Mengingat sudah hampir semuran anakku yang kedua saya tak menulis. Kopi pun sudah habis....
[Minggu, 15 September 2019]
Salam bahagia dari Tukang Kaos
Aji Asmuni
Jurnalis RedaksiBengkulu, pernah menjadi jurnalis Koran Harian Radar Pat Petulai. Sampai sekarang masih aktif menulis. Selain itu, dia juga sibuk membuat desain logo, serta menerima orderan kaos oblong.