12 Infrastruktur di Rejang Lebong Rusak Karena Bencana, Kerugiannya Tak Tanggung-tanggung
Infrastukur Jembatan di Desa Duku Ulu rusak akibat bencana susulan. |
KOPICURUP.ID - Sebanyak 12 titik infrastruktur di Rejang Lebong rusak akibat bencana longsor dan banjir bandang. Sehingga, beberapa infrastruktur jalan, pemukiman dan bangunan pemerintah rusak berat.
Sebagian infrastruktur sudah mengalami kerusakan akibat bencana tahun 2018 lalu, namun karena belum adanya tindakan dari pihak terkait, sekarang kondisi kerusakan semakin parah, karena terjadi bencana susulan.
Akibatnya, Sebanyak 12 titik infrastruktur itu kini kondisinya semakin parah dan memprihatinkan. Sehingga, dampak kerugian yang ditimbulkan pun semakin besar.
Ke 12 infrastruktur itu terdiri dari jalan dan jembatan, saluran drainase, saluran irigasi, sarana air bersih dan sebagainya yang terletak di beberapa kecamatan. Di antaranya, Kecamatan Curup Utara, Curup, Padang Ulak Tanding, Sindang Beliti Ulu, Curup Timur dan Bermani Ulu Raya.
Baca Juga: 12 Titik Infrastruktur di Rejang Lebong Rusak Akibat Bencana, Butuh Perbaikan Segera
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Rejang Lebong mengakui, pihaknya sudah mendapatkan laporan kerusakan 12 infratruktur tersebut, bahkan sudah turun ke lokasi untuk melakukan kajian dampak yang ditimbulkan pasca bencana.
"Karena ada bencana susulan rentang waktu Januari - April 2022, maka infrastruktur yang rusak akibat bencana tahun lalu sekarang lebih parah, sehingga terjadi peningkatan nilai kerusakan dan nilai kerugian," jelas Kepala BPBD Rejang Lebong, Drs. Shalahuddin, M.Si, melaui Staf Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Joko Winarsi.
Bukan hanya itu, kerugian yang ditimbulkan oleh masyarakat juga semakin besar, yang berakibat biaya hidup pun semakin tinggi.
Contohnya, di Desa Duku Ulu Kecamatan Curup Timur infrastruktur jembatan permanen mengalmi rusak berat dan tak bisa lagi digunakan.
Infrastruk jembatan itu merupakan jalur penghubung antar desa, juga jalur transportasi hasil bumi.
Sebelum terjadi bencana, para petani biasanya mengangkut hasil bumi menggunakan kendaraan roda empat dengan ongkos rata-rata Rp300 per Kilogram.
Pasca terjadi bencana di awal tahun 2020 sampai bencana susulan, saat ini para petani yang berjumlah sekira 45 KK harus membayar ongkos angkut tambahan menjadi Rp600 per Kilogram, menggunakan angkutan ojek motor.
Demikian pula infrastruktur jembatan Trans 25 Desa Pal VII, Kecamatan Bermani Ulu Raya dan infrastruktur jembatan Trans Desa Taktoi Kecamatan PUT. Infrastruk tersebut merupakan jalur transportasi hasil perkebunan jeruk, kopi dan sawit.
Di samping itu, akibat terjadi kerusakan infrastruktur jembatan, masyarakat setempat kehilangan akses pendistribusian sembako dan tersendatnya akses pelayanan kesehatan, karena sudah tidak bisa dilalui kendaraan roda empat.
Kemudian, akibat terjadinya bencana susulan banjir dan tanah longsor di Tanjung Agung, Kecamatan Desa Sindang beliti Ulu mengakibatkan saluran irigasi induk sepanjang 20 Meter terputus.
Akibatnya, seluas 150 hektar sawah mengalami kekeringan, sehingga petani mengalami gagal panen dan juga 5 KK peternak ikan mengalami gagal produksi, karena tidak mendapat pasokan air.
"Sebanyak 50 KK masyarakat Desa Tanjung Agung ini menggantungkan perekonomiannya dari hasil pertanian sawah. Sekarang mereka sudah tidak bisa bersawah lagi," ungkap Joko.
Selanjutnya, infrastruktur drainase lingkungan di Kelurahan Pasar Baru, kondisinya pun sama, mengalami kerusakan yang cukup berat.
Akibat bencana susulan dan tingginya intensitas hujan sejak beberapa bulan terakhir. Kondisi drainase semakin tergerus oleh debit air yang sangat tinggi.
Sedangkan di bagian atas drainase terdapat bangunan milik pemerintah yakni Gedung Serba Guna dan Kantor PORBI Rejang Lebong, sehingga sangat rawan terjadinya kerusakan pada bangunan tersebut.
"Jika tidak segera ditanggulangi, tanahnya bisa terus tergerus dan meruntuhkan bangunan," papar Joko.
Saluran Drainase di Kelurahan Pasar Baru semakin tergerus air, sedangkan di atasnya ada bangunan milik Pemerintah Daerah. |
Berdasarkan informasi dari masyarakat dan pengurus PAM desa, sebelum terjadi bencana aarana air bersih tersebut bisa memenuhi kebutuhan air bersih untuk 2 desa yaitu Desa Karang Baru dan Desa Merantau yang terdiri dari 480 KK dan 100 KK.
Namun, pasca terjadi bencana masyarakat bergotong royong melakukan perbaikan. Namun hanya dapat memenuhi kebutuhan air untuk 228 KK saja.
Untuk melakukan aktivitas mandi cuci kakus (MCK), masyarakat terpaksa melakukan aktivitas tersebut di sungai-sungai terdekat. Tentu saja, akan berdampat pada kesehatan masyarakat.
Begitu pula dengan infrastruktur lainnya. Kerugian yang ditimbulkan cukup besar dan sangat berdampak kepada masyarakat dan pemerintah.
Joko menambahkan, saat ini pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Karena keterbatasan anggaran daerah.
Untuk memperbaiki seluruh infrastruktur tersebut dana yang dibutuhkan tidak sedikit. Apalagi, kerusakannya terus bertambah dan semakin parah.
Sementara ini yang dilakukan oleh pihak BPBD yakni sebatas penanganan darurat saat bencana dan pasca bencana.
Pemerintah Daerah dalam hal ini BPBD beserta instansi terkait dan masyarakat melakukan evakuasi korban dan pemberian bantuan dan dilanjutkan dengan pembersihan material longsoran dan banjir.
Kemudian membuat jembatan-jembatan darurat, tanggul-tanggul sementara serta pemasangan rambu rambu peringatan.
"Iya, rencananya kami akan mengusulkan anggaran dana ke BNPB pusat. Mudah-mudahan bisa direalisasikan tahun 2023," pungkas Kepala BPBD Rejang Lebong, Drs. Shalahuddin, M.Si.