Megawati, Kelawai dan Koruptor
Agustam Rachman |
Sekarang setelah Megawati bukan pejabat pemerintah dan bukan pula sebagai calon presiden/ wakil presiden tentu hal itu akan menjadikan tulisan ini menjadi netral dan hendaknya dilihat dari kaca mata sosiologis – antropologis.
Mayoritas suku di Bengkulu mengenal istilah Kelawai misal suku Serawai, Kaur, Lembak dan Pekal memiliki kesamaan dalam hal ini, hanya suku Rejang yang sedikit berbeda dalam pengucapan Kelawai. Suku Rejang menyebutnya Kelawei.
Pada masyarakat Bengkulu, kehormatan Kelawai harus benar-benar dijunjung dan dijaga.
Salah-satu penyebab terjadinya perang antara Bengkulu dengan Aceh abad XV adalah karena seorang gadis Bengkulu yang bernama Putri Gading Cempaka diminta secara paksa oleh pasukan Aceh untuk menjadi selir raja mereka.
Sikap pasukan Aceh ini ini dipandang sebagai penghinaan pada martabat dan kehormatan Putri Gading Cempaka dan lelaki Bengkulu.
Demikian pula cerita Putri Serindang Bulan dari Lebong, dia diselamatkan oleh Ki Karang Nio (saudara kandungnya) dari rencana pembunuhan karena Ki Karang Nio sangat menyayangi Kelawainya yaitu Putri Serindang Bulan itu.
Jika sudah menyangkut kehormatan Kelawai, maka ini sebenarnya masalah prinsif. Sebutan Kelawai itu akan membawa konsekuensi serius. Sebab si Lelaki akan mempertaruhkan apapun guna melindungi kehormatan Kelawainya.
Ketika seorang perempuan dilecehkan kehormatannya, maka masyarakat umum akan melontarkan ejekan sinis : apa di keluarga itu tidak ada yang lanang (laki-laki/jantan)?
Sebaliknya, seorang Kelawai juga harus mampu menjaga kehormatannya, harus mampu menjaga diri, ketika seorang Kelawai terjerumus pada perilaku buruk maka hal itu akan sangat ‘menampar muka’ saudara lelakinya.
Tanggung-jawab perwalian saat akan menikah bagi seorang Kelawai akan beralih kepada saudara kandung yang laki-laki jika bapak mereka meninggal.
Seiring waktu sebutan Kelawai bukan hanya untuk saudara perempuan kandung tapi juga termasuk sepupu perempuan.
Bahkan lama-kelamaan, makna Kelawai diperluas mencakup asal daerah.
Sebagai contoh seorang lelaki asal suku Pekal Bengkulu Utara ketika bertemu gadis Pekal di Kota Bengkulu walaupun mereka tidak ada hubungan darah maka si perempuan akan dianggap sebagai Kelawainya dari suku Pekal.
Megawati adalah Kelawai bagi lelaki Bengkulu maka tentu wajib di hormati dan dijaga martabatnya. Sekali lagi mohon ini dilihat dari perspektif adat- budaya
Oya kembali ke judul tulisan ini, tentu jika kita kaitkan dengan status Megawati sebagai anak kandung Fatmawati Putri Bengkulu yang namanya diabadikan sebagai nama bandara di Bengkulu, menjadi nama Universitas Islam di Bengkulu serta patungnya yang sedang menjahit sang saka merah putih dibangun dijantung kota Bengkulu maka terang bahwa Megawati adalah Kelawai bagi lelaki Bengkulu maka tentu wajib di hormati dan dijaga martabatnya. Sekali lagi mohon ini dilihat dari perspektif adat- budaya.
Perbuatan lelaki yang tidak menjaga kehormatan saudara perempuan dituangkan dalam umpatan kasar yaitu Ngacuk Kelawai’ yang kemudian mengalami penghalusan kata menjadi Cukkelawai lalu kemudian menjadi Cekelawai.
‘Cekelawai’ secara harfiah bermakna merusak kehormatan saudara perempuan.
Memang arti umpatan itu sangat kasar dan menjijikkan.
Tapi pesan dibalik umpatan itu adalah bahwa seorang lelaki wajib menjaga kehormatan saudara perempuannya bahkan lebih jauh lagi, dia wajib menjaga martabat dan kehormatan perempuan manapun.
Disisi lain, secara umum umpatan Cekelawai itu ditujukan untuk menunjukkan kemarahan pada lelaki yang mempunyai perilaku buruk misalnya pembohong, penipu, dan perbuatan buruk lainnya termasuk ‘penjahat kerah putih’ seperti koruptor.
Saya pribadi tidak mau menambah panjang daftar ‘Lelaki Cekelawai’ di Bengkulu.
Penulis: Agustam Rachman, MAPS
Saat ini menetap di Yogyakarta