Bermani Coffee, Kopi Terbaik di Dunia dari Curup, Rejang Lebong Bengkulu
Haris Gunawan (pakaian batik) menerima penghargaan ajang festival kopi dunia |
KOPICURUP.ID - Dalam upaya menemukan formula kopi sehingga menjadi juara dunia, owner Bermani Coffee, Haris Gunawan dari Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, menghabiskan waktu setahun dengan mencoba berbagai teknik dan seringkali begadang hingga tengah malam.
Bisa dikatakan, Bermani Coffee merupakan kopi terbaik di dunia, persembahan dari Kabupaten Rejang Lebong untuk Indonesia, karena sudah terbukti menjadi juara dunia atau meraih medali gold di ajang festival kopi internasional.
Kopi ini memiliki beragam karakteristik rasa, seperti rasa pahit yang tajam yang terasa di sepanjang sisi lidah, cita rasa gurih yang mengelilingi rongga mulut, dan kelembutan manis yang terasa di ujung lidah. Yang paling mencolok adalah tingkat keasaman yang kuat dan khas. Oleh karena itu, tak heran jika kopi robusta Bermani Coffee memenangkan penghargaan bergengsi di panggung internasional.
BACA JUGA: Curup, Salah Satu Daerah Penghasil Kopi Terbaik di Indonesia
Pada tahun 2019, kopi dari Rejang Lebong atau dikenal kopi curup Bermani Coffee ini berhasil meraih medali emas dalam sebuah festival kopi internasional yang dikenal sebagai Agence pour la Valoration des Produits Agricoles (AVPA). Kopi ini dinobatkan sebagai juara dalam kategori "puissant amer," yang menggambarkan kepahitan yang kuat dan mendominasi, serta menutupi karakteristik lainnya.
Prestasi ini menjadi lebih luar biasa mengingat hanya ada 12 kopi yang meraih medali emas dalam berbagai kategori pada AVPA 2019. Jika Anda penasaran, Anda dapat mencoba kopi yang ditanam oleh Haris Gunawan ini dalam versi tubruk.
Kopi juara internasional ini berasal dari Rejang Lebong, sebuah kabupaten di Bengkulu, yang bisa disebut sebagai kota kopi yang terpinggirkan dan jarang disebut dalam konteks dunia kopi di Indonesia.
"Seharusnya Rejang Lebong ini kota kopi," kata pemilik Bermani Coffee.
"Kopi adalah motor penggerak utama di sini (Rejang Lebong). Ketika harga kopi tinggi, pasar ramai, ketika harga kopi murah, pasar jadi sepi," sambungnya.
BACA JUGA: Produk UMKM Rejang Lebong Go Internasional Sampai ke Turki
Namun, paradigma ini juga menjadi tantangan bagi Haris. Kopi sebagai komoditas telah mengalami banyak kerugian akibat praktik spekulasi harga oleh para tengkulak. Petani yang merasa terdesak terpaksa menjual biji kopi mereka ketika masih hijau alias belum matang, semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak.
Akibatnya, petani tidak lagi memiliki kendali atas harga kopi mereka sendiri.
"Misalnya, saat panen harga satu kilogramnya hanya Rp 18 ribu. Satu ton hanya Rp 18 juta. Petani kopi tidak lagi mendapatkan keuntungan," ungkap Haris.
Namun, Haris berhasil mengubah permainan dengan menjual kopi robusta miliknya seharga Rp 100 ribu per kilogram, dan penjualannya sangat sukses. Bahkan, kopi dengan proses pemrosesan wine, yang dikenal sebagai wine coffee, dihargai sekitar Rp 500 ribu per kilogram. Harganya setara dengan setengah dari harga satu gram emas.
BACA JUGA: Hasil Panen Menurun, Harga Kopi Tembus Rp30 ribu per Kg: Hukum Pasar Berlaku?
Haris percaya bahwa perlawanannya terhadap praktik spekulasi harga dan konsistensinya dalam menerapkan standar produksi kopi yang jelas telah meningkatkan harga produk Bermani Coffee. Namun, untuk menemukan formula kopi juara ini, Haris harus bekerja keras selama setahun penuh, mencoba berbagai teknik, seringkali begadang, dan mengorbankan banyak hal.
Proses dimulai dengan mencari bibit kopi yang tepat. Setelah menemukannya, bibit tersebut ditanam di kebun dengan pemetikan yang cermat, hanya biji kopi yang sudah matang yang diambil.
Setelah itu, biji kopi tersebut harus melewati tahap pemurnian, yaitu dimandikan untuk menghilangkan getah. Proses ini disebut rembang atau perendaman dalam air, dan biji kopi yang baik akan tenggelam sedangkan yang cacat akan mengapung.
Biji kopi terbaik kemudian menjalani proses pengeringan di bawah sinar matahari di rumah jemur dan setelah siap, dijual dalam bentuk green bean (belum dipanggang) atau sudah diroasting (sudah dipanggang).
Meskipun Rejang Lebong seharusnya menjadi pusat kopi Indonesia, sayangnya, menurut Haris, daerah ini telah terpinggirkan dan kurang mendapat perhatian yang layak.
BACA JUGA: Pesona Mutiara Biji Hitam dari Rejang Lebong
Bengkulu sendiri adalah salah satu provinsi produsen kopi terbesar keempat di Indonesia, bahkan dalam perkiraan Haris, sebenarnya lebih dari itu. Ini karena sebagian besar kopi dari Bengkulu dikirim melalui Lampung sebelum mencapai tujuan akhir.
Sejarah mencatat bahwa kapal-kapal Belanda membawa kopi ke Indonesia dengan rencana untuk menanamnya di Pulau Jawa pada tahun 1696. Namun, sebelum sampai ke Jawa, kopi ini ditanam di Bengkulu, dan hanya kemudian ditanam secara besar-besaran di Jawa. Sayangnya, upaya penanaman di Jawa terhambat oleh gempa bumi dan banjir.
Fakta ini juga diperkuat oleh pengalaman masyarakat Bengkulu. Haris menceritakan bahwa pada tahun 1998, saat Indonesia dilanda krisis moneter, harga kopi melonjak tajam, dan petani kopi Bengkulu mengalami masa kejayaan.
Harga kopi naik dengan drastis, membuat para petani menjadi kaya mendadak. Fenomena "asal borong" menjadi populer, di mana petani bahkan membeli sepeda motor baru dan lemari es saat listrik belum tersedia di desa mereka.
Namun, semua ini hanya menjadi kenangan karena tidak ada kebijakan pemerintah yang berkelanjutan untuk mendukungnya. Menurut Haris, kopi memiliki karakteristik unik yang perlu didukung oleh kebijakan yang komprehensif, baik dari hulu hingga hilir.
Dia berpendapat bahwa pemerintah seharusnya lebih kreatif dalam memberikan dukungan kepada petani agar mereka dapat mengakses perbankan dan mendapatkan pinjaman yang setara dengan nilai tanaman mereka. Dengan pendekatan ini, uang akan kembali kepada petani dengan lebih pasti. Haris berpendapat bahwa pemerintah seharusnya tidak kalah dengan tengkulak yang menguasai pasar melalui praktik spekulasi harga.
Jika pemerintah bersedia mendengarkan dan mengambil langkah-langkah yang tepat, mungkin akan lahir kopi-kopi juara lainnya seperti Bermani Coffee. Inilah harapan Haris dan banyak petani kopi lainnya di Indonesia.
Artikel ini menggambarkan perjuangan dan dedikasi Haris Gunawan dalam menciptakan kopi berkualitas tinggi di tengah tantangan yang dihadapi oleh banyak petani kopi di Indonesia.
Dia tidak hanya berjuang untuk menciptakan kopi yang unggul dari segi rasa dan karakteristik, tetapi juga untuk memastikan bahwa petani kopi mendapatkan nilai yang adil atas hasil kerja keras mereka.
Pentingnya peran pemerintah dalam menjaga stabilitas harga kopi dan melindungi para petani dari praktik spekulasi harga sangat ditekankan dalam artikel ini. Haris juga memberikan contoh tentang bagaimana kebijakan yang mendukung bisa membuat perbedaan besar dalam kehidupan para petani kopi.
Sebagai pelengkap, artikel ini juga menggarisbawahi sejarah panjang produksi kopi di Bengkulu, yang pada awalnya menjadi tempat penanaman kopi sebelum akhirnya menyebar ke Pulau Jawa. Meskipun memiliki potensi besar sebagai produsen kopi, Bengkulu dan daerah-daerah sekitarnya sering terpinggirkan dalam industri kopi nasional.
Dengan semangat dan semakin banyak petani kopi seperti Haris Gunawan, bersama dengan dukungan pemerintah yang lebih baik, harapannya adalah bahwa Bengkulu dan daerah lainnya dapat kembali menjadi pusat kopi yang berpengaruh di Indonesia.
Pentingnya peran pemerintah untuk menjaga harga kopi dan melindungi para petani agar tidak jatuh ke dalam perangkap tengkulak menjadi salah satu faktor kunci dalam perjalanannya.
Akhirnya, selamat hari kopi Internasional, 1 Oktober 2023.***
Note: Anda dapat memesan Bermani Coffee melalui email: kopicurup@gmail.com